Sunday, January 26, 2014

Hukum Truk Sampah

kisah ini disadur dari majalah Shift - issue 6

Suatu hari, seorang pebisnis menyetop taksi untuk mengejar penerbangan. Selama berada dalam perjalanan ke bandara, supir taksi menyetir di sebelah kanan. Tiba - tiba, sebuah mobil lain keluar dari area parkir langsung mengambil jalan di depan taksi. Supir taksi kaget dan me-rem mendadak, hingga taksinya sedikit tergelincir. Terlambat setengah detik saja, mereka pasti tabrakan!

Pengemudi mobil lain itu mengeluarkan kepalanya keluar jendela mobil dan mulai memaki supir taksi. Namun si supir taksi hanya tersenyum dan melambaikan tangan. Sip ebisnis heran, kok supir taksi bisa begitu ramah pada orang yang hamper menyelakainya? Lalu ia berkata dengan gemas, “Kalau saya jadi anda, saya tidak akan sebaik itu pada orang yang hamper mengirim kita ke rumah sakit. “ Saat itu si supir taksi mengajarkan ‘Hukum Truk Sampah’.

Supir taksi menjelaskan bahwa sebagian besar orang bagaikan truk sampah. Mereka pergi kemana – mana, membawa – bawa sampah: segala frustasi, kemarahan dan kekecewan. Ketika sampah telah menggunung, mereka merasa terdesak untuk segera memuntahkannya di suatu tempat. Kadang anda lah yang jadi tempat pembuangan tersebut. Tidak perlu menganggapnya serius. Tersenyumlah, lambaikan tangan, doakan mereka, dan berlalulah seolah taka da yang terjadi. Jangan mau menjadi tempat penampungan dari sampah yang mereka muntahkan, atau anda juga akan memuntahkannya keppada orang – orang di tempat kerja, di ruah atau di jalanan. Percayalah, hidup tidak akan nikmat jika anda memilih untuk menjadi truk sampah yang lain.

Saturday, January 11, 2014

Organisasi Mahasiswa dalam Perspektif Sistem



Setelah memelajari hakekat dari ‘sistem’ dan berkecimpung dalam organisasi kemahasiswaan, saya jadi sering merenung tentang hubungan antara kedua hal tersebut. Kita sering menyebut bahwa organisasi kemahasiswaan itu adalah sistem karena memiliki struktur dan setiap bagian dari struktur memiliki ‘kerjaan’ yang berbeda – beda. Pertanyaannya adalah apakah pernyataan tersebut benar?

Apa Itu Sistem?
Hal pertama yang perlu kita definisikan adalah sistem itu sendiri. Sistem adalah sekelompok komponen yang saling berinteraksi dalam aturan – aturan tertentu untuk mencapai sebuah tujuan. Ada tiga hal yang menjadi kata kunci dalam definisi sistem, yaitu ‘komponen’, ‘saling berinteraksi’ serta ‘tujuan’. Tiga hal ini yang membedakan sistem dari kelompok komponen.



Kedua gambar di atas adalah gambaran perbedaan antara sistem dengan kelompok komponen. Kedua gambar di atas memiliki perbedaan dalam aspek ‘interaksi’ dan ‘tujuan’. Sederhananya, sistem dan kelompok komponen memiliki 3 perbedaan, yaitu:

 

Sudah ‘Sistem’kah Organisasi Kemahasiswaan?
Analisa terhadap organisasi kemahasiswaan didasarkan oleh definisi dari sistem serta perbedannya dengan kelompok komponen. Syarat pertama dari sebuah sistem adalah komponen. Organisasi kemahasiswaan tentunya memiliki komponen – komponen berupa bidang – bidang atau biro – biro yang terstruktur serta memiliki fungsinya masing – masing. Setiap organisasi kemahasiswaan tentu memiliki struktur, sehingga berdasarkan syarat pertama dapat dibilang bahwa organisasi kemahasiswaan adalah sistem.

Syarat kedua adalah interaksi. Poin ini perlu kita khayati dan kita analisa lebih dalam. Apakah ada interaksi antara setiap bidang dan biro dalam organisasi? Apakah ada interaksi antara bidang A dengan bidang B, C dan D? Dalam sebuah sistem, seluruh komponen memang tidak berinteraksi dengan seluruh komponen. Sebuah komponen hanya akan berinteraksi dengan beberapa komponen lainnya, tidak dengan seluruh komponen. Namun yang pasti tidak ada satupun komponen yang sama sekali tidak berinteraksi dengan komponen lainnya. Silahkan cermati organisasi yang sedang kita jalankan, apakah ada bidang/biro yang berdiri sendiri tanpa berinteraksi dengan bidang/biro lainnya?

Syarat ketiga adalah adanya tujuan bersama yang dicapai dengan interaksi serta fungsi setiap komponen. Mesin di atas memiliki fungsi untuk menghidupkan dan menjalankan mobil. Fungsi dapat dicapai jika seluruh komponen menjalankan fungsinya masing – masing dan jika interaksi antarkomponen terjadi. Bagaimana dengan organisasi kemahasiswaan? Terkadang, sebuah organisasi gagal untuk mendefinisikan tujuannya. Tujuan bersama serta peran setiap bidang untuk tujuan tersebut perlu didefinisikan dengan baik. Jika ada satu saja komponen (re:bidang) yang tidak tahu perannya dalam mencapai tujuan, apalagi tidak memiliki peran dalam mencapai tujuan tersebut, maka organisasi tersebut bukanlah sebuah sistem. Organisasi tersebut hanya sekumpulan komponen.

Pertanyaan berikutnya dari syarat ketiga adalah, apakah ada interaksi antar bidang dalam organisasi, dan apakah interaksi tersebut berkontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi?  Jika interaksi yang ada tidak membantu organisasi mencapai tujuannya maka lebih baik interaksi itu dihapus saja karena hanya membuang – buang sumber daya.

Syarat terakhir dari sebuah sistem adalah jika salah satu komponennya diambil, maka dapat terjadi kegagalan sistem. Jika gear pada mesin tersebut dilepas, maka mesin tidak akan berjalan. Mari kita simulasikan analogi tersebut dengan organisasi kemahasiswaan. Apakah jika salah satu bidang dalam organisasi dihapus, lantas organisasi tersebut akan gagal beroperasi? Sebagai contoh jika bidang humas dalam organisasi kemahasiswaan dihapus, apakah tujuan organisasi kemahasiswaan tersebut tidak akan tercapai?

Rekayasa Organisasi Kemahasiswaan
Pada hakekatnya sistem dapat dibedah. Sistem dapat direkayasa. Untuk menjadikan sebuah organisasi kemahasiswaan menjadi sebuah sistem, ada tiga hal yang harus dilakukan. Hal pertama adalah pendefinisian tujuan bersama dari sebuah sistem. Tujuan ini dapat bersifat tunggal maupun majemuk. Namun tujuan yang dibuat harus sebuah tujuan besar. Tujuan – tujuan kecil yang tidak memiliki keterkaitan tidak ada bedanya dengan kumpulan komponen yang memiliki tujuan masing – masing.

Hal kedua adalah merekayasa komponen – komponen, termasuk interaksi antar komponen yang menyongsong tujuan organisasi. Setiap komponen harus didisain agar memiliki kontribusi terhadap tujuan yang ingin dicapai. Setiap komponen harus didisain agar memiliki interaksi dengan komponen lainnya. Interaksinya pun harus didisain agar jika tidak ada interaksi, maka salah satu komponen tidak dapat menjalankan fungsinya (sama sekali, jika memungkinkan) yang berakibat gagalnya tujuan organisasi.

Hal ketiga adalah menggugah dan menyadarkan seluruh komponen (bidang) bahwa mereka adalah penting. Menyadarkan setiap bidang terkait kontribusinya terhadap tujuan organisasi. Menyadarkan setiap bidang bahwa jika bidang tersebut tidak ada, maka tujuan organisasi tidak akan tercapai. 



Ketiga langkah tersebut bersifat iteratif. Pertama, anda definisikan tujuan organisasi. Kedua rekayasa bidang dan interaksi antar bidang. Jika ada bidang yang selama ini ada, tetapi fungsinya tidak dapat direkayasa agar berkorelasi dengan tujuan organisasi maka ada dua opsi: hapus bidang tersebut, atau definisikan ulang tujuan organisasi. Setelah itu diskusikan konsep bidang dan interaksi antar bidang dengan pengurus inti bidang terkait agar mereka tergugah dan sadar akan pentingnya bidang tersebut. Jika pengurus tidak setuju atau tidak tergugah dengan konsep yang dibuat, maka ada tiga opsi yang harus didiskusikan dengan pengurus terkait: hapus bidangnya, rekayasa ulang bidangnya, atau definisikan ulang tujuan organisasi.

Ketiga langkah di atas mungkin terkesan dipaksakan. Namun jika kita ingat kembali bahwa orang – orang di organisasi kemahasiswaan umumnya tidak dibayar, maka perlu ada konsep yang memastikan dan menyadarkan bahwa setiap orang adalah penting. Perlu ada kesatuan frekuensi tentang apa yang akan dicapai. Perlu ada hubungan antar bidang yang menyebabkan kedekatan antar pengurus dalam organisasi itu sendiri. Dan itu semua dapat terwujud jika organisasi kemahasiswaan benar – benar sebuah ‘sistem’.


Analisa di atas didasarkan dengan memandang organisasi kemahasiswaan dari perspektif sistem. Masih banyak perspektif – perspektif lain yang dapat dipakai untuk menganalisa agar terwujud organisasi kemahasiswaan yang ‘successful’.