Setelah memelajari hakekat dari ‘sistem’ dan berkecimpung dalam
organisasi kemahasiswaan, saya jadi sering merenung tentang hubungan antara
kedua hal tersebut. Kita sering menyebut bahwa organisasi kemahasiswaan itu
adalah sistem karena memiliki struktur dan setiap bagian dari struktur memiliki
‘kerjaan’ yang berbeda – beda. Pertanyaannya adalah apakah pernyataan tersebut
benar?
Apa Itu Sistem?
Hal pertama yang perlu kita definisikan adalah
sistem itu sendiri. Sistem adalah sekelompok komponen yang saling berinteraksi
dalam aturan – aturan tertentu untuk mencapai sebuah tujuan. Ada tiga hal yang
menjadi kata kunci dalam definisi sistem, yaitu ‘komponen’, ‘saling
berinteraksi’ serta ‘tujuan’. Tiga hal ini yang membedakan sistem dari kelompok
komponen.
Kedua gambar di atas adalah gambaran perbedaan
antara sistem dengan kelompok komponen. Kedua gambar di atas memiliki perbedaan
dalam aspek ‘interaksi’ dan ‘tujuan’. Sederhananya, sistem dan kelompok
komponen memiliki 3 perbedaan, yaitu:
Sudah ‘Sistem’kah
Organisasi Kemahasiswaan?
Analisa terhadap organisasi kemahasiswaan didasarkan oleh definisi dari
sistem serta perbedannya dengan kelompok komponen. Syarat pertama dari sebuah
sistem adalah komponen. Organisasi kemahasiswaan tentunya memiliki komponen –
komponen berupa bidang – bidang atau biro – biro yang terstruktur serta
memiliki fungsinya masing – masing. Setiap organisasi kemahasiswaan tentu
memiliki struktur, sehingga berdasarkan syarat pertama dapat dibilang bahwa
organisasi kemahasiswaan adalah sistem.
Syarat kedua adalah interaksi. Poin ini perlu kita khayati dan kita
analisa lebih dalam. Apakah ada interaksi antara setiap bidang dan biro dalam
organisasi? Apakah ada interaksi antara bidang A dengan bidang B, C dan D?
Dalam sebuah sistem, seluruh komponen memang tidak berinteraksi dengan seluruh
komponen. Sebuah komponen hanya akan berinteraksi dengan beberapa komponen lainnya,
tidak dengan seluruh komponen. Namun yang pasti tidak ada satupun komponen yang
sama sekali tidak berinteraksi dengan komponen lainnya. Silahkan cermati
organisasi yang sedang kita jalankan, apakah ada bidang/biro yang berdiri
sendiri tanpa berinteraksi dengan bidang/biro lainnya?
Syarat ketiga adalah adanya tujuan bersama yang dicapai dengan interaksi
serta fungsi setiap komponen. Mesin di atas memiliki fungsi untuk menghidupkan
dan menjalankan mobil. Fungsi dapat dicapai jika seluruh komponen menjalankan
fungsinya masing – masing dan jika interaksi antarkomponen terjadi. Bagaimana
dengan organisasi kemahasiswaan? Terkadang, sebuah organisasi gagal untuk
mendefinisikan tujuannya. Tujuan bersama serta peran setiap bidang untuk tujuan
tersebut perlu didefinisikan dengan baik. Jika ada satu saja komponen
(re:bidang) yang tidak tahu perannya dalam mencapai tujuan, apalagi tidak
memiliki peran dalam mencapai tujuan tersebut, maka organisasi tersebut
bukanlah sebuah sistem. Organisasi tersebut hanya sekumpulan komponen.
Pertanyaan berikutnya dari syarat ketiga adalah, apakah ada interaksi
antar bidang dalam organisasi, dan apakah interaksi tersebut berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan organisasi? Jika
interaksi yang ada tidak membantu organisasi mencapai tujuannya maka lebih baik
interaksi itu dihapus saja karena hanya membuang – buang sumber daya.
Syarat terakhir dari sebuah sistem adalah jika salah satu komponennya
diambil, maka dapat terjadi kegagalan sistem. Jika gear pada mesin tersebut dilepas, maka mesin tidak akan berjalan.
Mari kita simulasikan analogi tersebut dengan organisasi kemahasiswaan. Apakah
jika salah satu bidang dalam organisasi dihapus, lantas organisasi tersebut
akan gagal beroperasi? Sebagai contoh jika bidang humas dalam organisasi
kemahasiswaan dihapus, apakah tujuan organisasi kemahasiswaan tersebut tidak
akan tercapai?
Rekayasa Organisasi
Kemahasiswaan
Pada hakekatnya sistem dapat dibedah. Sistem dapat direkayasa. Untuk
menjadikan sebuah organisasi kemahasiswaan menjadi sebuah sistem, ada tiga hal
yang harus dilakukan. Hal pertama adalah pendefinisian tujuan bersama dari
sebuah sistem. Tujuan ini dapat bersifat tunggal maupun majemuk. Namun tujuan
yang dibuat harus sebuah tujuan besar. Tujuan – tujuan kecil yang tidak
memiliki keterkaitan tidak ada bedanya dengan kumpulan komponen yang memiliki tujuan
masing – masing.
Hal kedua adalah merekayasa komponen – komponen, termasuk interaksi
antar komponen yang menyongsong tujuan organisasi. Setiap komponen harus didisain
agar memiliki kontribusi terhadap tujuan yang ingin dicapai. Setiap komponen
harus didisain agar memiliki interaksi dengan komponen lainnya. Interaksinya
pun harus didisain agar jika tidak ada interaksi, maka salah satu komponen
tidak dapat menjalankan fungsinya (sama sekali, jika memungkinkan) yang
berakibat gagalnya tujuan organisasi.
Hal ketiga adalah menggugah dan menyadarkan
seluruh komponen (bidang) bahwa mereka adalah penting. Menyadarkan setiap
bidang terkait kontribusinya terhadap tujuan organisasi. Menyadarkan setiap
bidang bahwa jika bidang tersebut tidak ada, maka tujuan organisasi tidak akan
tercapai.
Ketiga langkah tersebut bersifat iteratif. Pertama, anda definisikan
tujuan organisasi. Kedua rekayasa bidang dan interaksi antar bidang. Jika ada
bidang yang selama ini ada, tetapi fungsinya tidak dapat direkayasa agar berkorelasi
dengan tujuan organisasi maka ada dua opsi: hapus bidang tersebut, atau
definisikan ulang tujuan organisasi. Setelah itu diskusikan konsep bidang dan
interaksi antar bidang dengan pengurus inti bidang terkait agar mereka tergugah
dan sadar akan pentingnya bidang tersebut. Jika pengurus tidak setuju atau
tidak tergugah dengan konsep yang dibuat, maka ada tiga opsi yang harus
didiskusikan dengan pengurus terkait: hapus bidangnya, rekayasa ulang
bidangnya, atau definisikan ulang tujuan organisasi.
Ketiga langkah di atas mungkin terkesan dipaksakan. Namun jika kita
ingat kembali bahwa orang – orang di organisasi kemahasiswaan umumnya tidak
dibayar, maka perlu ada konsep yang memastikan dan menyadarkan bahwa setiap
orang adalah penting. Perlu ada kesatuan frekuensi tentang apa yang akan dicapai.
Perlu ada hubungan antar bidang yang menyebabkan kedekatan antar pengurus dalam
organisasi itu sendiri. Dan itu semua dapat terwujud jika organisasi
kemahasiswaan benar – benar sebuah ‘sistem’.
Analisa di atas
didasarkan dengan memandang organisasi kemahasiswaan dari perspektif sistem.
Masih banyak perspektif – perspektif lain yang dapat dipakai untuk menganalisa agar
terwujud organisasi kemahasiswaan yang ‘successful’.