Tulisan ini merupakan kelanjutan dari
tulisan ‘Organisasi Mahasiswa dalam Perspektif Sistem’. Akan lebih baik jika
pembaca membaca artikel tersebut terlebih dahulu. Artikel dapat diakses di http://romansamahasiswa.blogspot.com/2014/01/organisasi-mahasiswa-dalam-perspektif.html
Beberapa hari yang lalu saya
baru membaca salah satu tulisan yang dibuat oleh Michael E. Porter, salah satu
professor bisnis paling terkemuka di dunia. Porter menulis artikel tentang
‘What is strategy?’. Tulisan yang sangat menarik, meski telah berumur cukup tua
untuk sebuah tulisan ilmiah (ditulis pada tahun 1996). Porter mengkritisi cara
para pebisnis mendefinisikan ‘strategi’ di mana paradigma lama memandang strategi
sebagai cara untuk meningkatkan performa setiap divisi dalam perusahaan.
What is Strategy?
Pada dasarnya strategi adalah
langkah – langkah besar yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
Setiap entitas pasti memiliki strategi. Misal jika anda mahasiswa dan tujuan
anda adalah mendapat nilai bagus, anda pasti memiliki strategi untuk
mencapainya, misal dengan belajar setiap setelah kelas, mengerjakan tugas H+1
tugas dikasih, dll. Begitu juga dengan perusahaan. Setiap perusahaan memiliki
visi, dan untuk mencapai visi tersebut tentu membutuhkan strategi.
Menurut Porter, strategi
memiliki tiga prinsip utama. Prinsip pertama adalah adanya ‘positioning’.
Strategi perusahaan harus dapat menentukan bagaimana posisi perusahaan tersebut
dalam pasar. Yang dimaksud dengan posisi adalah bagaimana konsumen memandang
perusahaan tersebut sehingga perusahaan tersebut memiliki kekuatan pada pasar.
Positioning perusahaan dalam pasar dapat muncul karena tiga hal, yakni 1) variety based positioning (positioning
karena jenis produk yang unik), 2) needs
based positioning (positioning karena mengakomodasi berbagai kepentingan
suatu segmen konsumen), dan 3) access
based positioning (positioning akibat kemudahan konsumen untuk mendapatkan
produk sehingga produk semakin diminati).
Prinsip berikutnya adalah
adanya trade-offs. Setiap strategi
pasti memiliki tradeoff. Tradeoff adalah pengorbanan yang harus dilakukan untuk
mendapatkan suatu hal lainnya. Misal jika anda diundang untuk traktiran ulang
tahun jam 7 malam, sedangkan anda mengikuti les bahasa inggris pada waktu yang
sama. Jika anda ingin mengikuti traktiran, berarti anda tidak dapat les bahasa
inggris. Les bahasa inggris adalah tradeoff dari keputusan anda untuk mengikuti
traktiran. Begitu juga dalam perusahaan. Strategi suatu perusahaan harus
mengacu pada visinya. Untuk mencapai visi perusahaan, terkadang jajaran
direktur harus membahas langkah apa yang diambil dan tradeoff apa yang
dikorbankan. Kesalahan yang biasa terjadi dalam perusahaan adalah ia melupakan
jati dirinya. Tidak konsisten dengan strateginya. Perusahaan seringkali
mengadopsi business process, teknologi,
sistem informasi dan hal – hal lain dari perusahaan lain yang dianggap membawa
kesuksesan kepada perusahaan lain tersebut. Padahal belum tentu apa yang dilakukan
oleh perusahaan lain tersebut sejalan dengan jati diri perusahaannya. Alhasil,
strategi hanya menjadi ‘asal up to date’. Dan perusahaan pun cenderung menjadi
perusahaan peniru yang tidak akan memenangi pasar.
Prinsip terakhir adalah adanya
fit-ness (kesesuaian/kecocokan, bukan
fitness yang ke gym buat body building). Fit-ness adalah prinsip dari strategi
yang paling krusial. Fit-ness adalah bagaimana kesesuaian business process
antara satu divisi dengan divisi lainnya. Fit-ness adalah kondisi di mana
interaksi antar divisi menyebabkan meroketnya performa perusahaan secara
keseluruhan. Fit-ness berbicara tentang bagaimana rantai nilai dalam perusahaan
berjalan sehingga membentuk ikatan antar rantai yang sangat kuat. Fit-ness
berbicara tentang kesinambungan dan keterkaitan antar divisi yang menjadi competitive advantage bagi perusahan.
Misal perusahaan terdiri dari divisi finansial, divisi teknologi, divisi
marketing, divisi operasional dan divisi informasi. Aktivitas dari salah satu
divisi yang memberikan value kepada
konsumen, menyebabkan value yang
dihasilkan oleh divisi lain juga meningkat. Alhasil, dengan adanya fit-ness,
perusahaan pesaing tidak dapat meniru business process dengan mudah. Jika
pesaing meniru konsep dari salah satu divisi, belum tentu peniruan tersebut
dapat diterapkan oleh pesaing karena adanya kesinambungan rantai nilai berkat
fit-ness dari perusahaan yang ditiru (sedangkan perusahaan peniru tidak
memiliki fit-ness tersebut).
Prinsip Strategi yang Relevan dengan Organisasi Kemahasiswaan
Dalam menganalisa strategi
pada organisasi kemahasiswaan, penulis membatasi definisi organisasi
kemahasiswaan sebagai lembaga eksekutif kemahasiswaan baik di tingkat
universitas, tingkat fakultas maupun tingkat himpunan/jurusan. Organisasi –
organisasi tersebut biasanya memiliki berbagai bidang/divisi yang memiliki
fungsi – fungsi masing masing. Contoh bidang/divisi yang biasa ada adalah
kesekretariatan, PSDM, pengabdian masyarakat, olahraga, dll.
Berdasarkan definisi tersebut,
maka prinsip strategi yang harus dipenuhi oleh organisasi kemahasiswaan adalah
prinsip kedua dan prinsip ketiga. Prinsip pertama, strategic positioning, tidak
perlu ditinjau karena pada umumnya lembaga – lembaga tersebut tidak memiliki
kompetitor dengan model organisasi yang sama bagi target pasarnya.
Adakah Organisasi Kemahasiswaan yang Memikirkan Tradeoff?
Analisa pertama dilihat dari
tradeoff. Sudahkah pemangku jabatan di organisasi kemahasiswaan memikirkan
tradeoff? Setiap mencalonkan diri menjadi calon ketua, mahasiswa pasti memiliki
hal besar yang ingin dia bawa dalam bentuk visi dan misi lembaganya. Pada visi
dan misi lembaganya tentu tersirat fokus lembaga yang akan ia bawa selama
setahun ke depan. Misal suatu lembaga memiliki fokus pengembangan IPTEK
mahasiswanya, atau fokus pengabdian masyarakat, atau fokus pengembangan
prestasi olahraga dan seni, atau fokus – fokus lainnya. Pertanyaannya adalah
apakah fokus tersebut benar – benar diejawantahkan (dituangkan) dalam hal – hal
yang lebih mendetil seperti divisi – divisi yang dibuat atau proker – proker
yang diusung?
Misal ada lima tema dalam
suatu organisasi, yakni tema A, B, C, D dan E. Tema A bertentangan dengan tema
D. Tema C dan tema A memiliki hubungan yang erat karena kemiripan tema
tersebut. Untuk kepengurusannya, lembaga ingin fokus kepada tema A. Berdasarkan
konsep strategi, seharusnya lembaga meningkatkan proker – proker pada tema A
dan tema C (karena tema C berkaitan dengan tema A). Selain itu lembaga juga
seharusnya mengurangi intensitas proker tema D karena berpotensi mengurangi
nuansa dan pencapaian tema yang menjadi fokus (tema A). Itu baru strategi!
Nyatanya sebagian besar
lembaga hanya menurunkan fokus utama lembaganya menjadi proker – proker
unggulan dan pembuatan proker – proker unggulan tersebut telah disebut
‘strategi’. Padahal strategi bukan hanya menyangkut satu divisi yang mengusung
satu tema, tapi strategi adalah keseluruhan. Sudah selayaknya ada divisi yang
‘mengalah’ jika memang kegiatan divisi tersebut mengurangi nuansa tema yang
menjadi fokus lembaga.
Fit-ness Antar Divisi Organisasi Kemahasiswaan
Satu lagi prinsip strategi
yang seharusnya dimiliki oleh organisasi kemahasiswaan adalah tentang fit-ness.
Berdasarkan teori strategi, dengan adanya fit-ness suatu perusahaan tidak akan
dapat diimitasi dengan mudah karena membentuk value chain yang unik. Jika kita meninjau organisasi kemahasiswaan,
adakah interaksi antar bidang yang menunjang fungsi organisasi tersebut? Misal
sebuah organisasi memiliki 6 bidang, yaitu kesekretariatan, humas, pengabdian
masyarakat, iptek, seni dan olahraga. Apakah ada interaksi antar bidang
tersebut? Apakah bidang tersebut harus melakukan komunikasi satu sama lain
sehingga menciptakan fit-ness? Atau sebenarnya setiap bidang tersebut dapat
berdiri secara mandiri menjadi organisasi sendiri, menjadi lembaga
kesekretariatan, lembaga humas, lembaga pengabdian masyarakat, lembaga iptek,
lembaga seni dan lembaga olahraga tanpa mengurangi fungsi setiap bidang
tersebut?
Dalam tulisan sebelumnya
tentang Organisasi Mahasiswa dalam Perspektif Sistem, saya menganalisa bahwa
interaksi antar bidang harus ada, jika organisasi mahasiswa benar – benar ingin
disebut ‘organisasi’. Dalam bahasan kali ini, tidak hanya interaksi yang harus
dibentuk, tetapi juga kualitas dari interaksi tersebut. Interaksi harus
membentuk suatu nilai tambah bagi output organisasi
kemahasiswaan yang unik dan lebih baik jika dibandingkan dengan setiap bidang
menjalankan fungsinya masing – masing. Interaksi ini harus diatur dalam sebuah
blueprint strategi yang seharusnya didisain sejak awal kepengurusan lembaga
kemahasiswaan.
Menurut kacamata penulis
fit-ness dalam organisasi kemahasiswaan umumnya dijawantahkan dalam bentuk
nilai – nilai yang menjadi ‘ciri’ organisasi tersebut pada suatu kepengurusan.
Misal organisasi yang ‘semangat’, ‘dinamis’, ‘akrab’, ‘intelek’, atau nilai –
nilai pokok penggerak organisasi lain yang diusung oleh ketua lembaga. Belum
banyak organisasi kemahasiswaan yang mentranslasi nilai – nilai tersebut
menjadi strategi konkrit yang komprehensif dan dikontrol pelaksanaannya. Nilai
– nilai tersebut pun tidak semuanya berhubungan dengan fit-ness.
Salah satu tujuan adanya
organisasi kemahasiswaan adalah pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengelola
sebuah sistem yang subsistem paling berpengaruhnya adalah unsur ‘mannusia’.
Namun akan sampai kapan mahasiswa hanya menjalani organisasi yang ‘begitu –
begitu’ saja? Teori organisasi dan strategi semakin maju sehingga seharusnya
organisasi kemahasiswaan mampu menerapkan teori – teori tersebut. Jika sejak
mahasiswa kita sudah dapat menjalankan organisasi yang baik maka saat di dunia
kerja nanti, baik pemerintahan maupun swasta, kita pasti dapat menjadikan
tempat kerja/kontribusi kita menjadi lebih baik pula. Ya, karena semuanya
berawal di bangku kuliah.
No comments:
Post a Comment