Saturday, March 1, 2014

'Strategi' dalam Organisasi Kemahasiswaan

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan ‘Organisasi Mahasiswa dalam Perspektif Sistem’. Akan lebih baik jika pembaca membaca artikel tersebut terlebih dahulu. Artikel dapat diakses di http://romansamahasiswa.blogspot.com/2014/01/organisasi-mahasiswa-dalam-perspektif.html

Beberapa hari yang lalu saya baru membaca salah satu tulisan yang dibuat oleh Michael E. Porter, salah satu professor bisnis paling terkemuka di dunia. Porter menulis artikel tentang ‘What is strategy?’. Tulisan yang sangat menarik, meski telah berumur cukup tua untuk sebuah tulisan ilmiah (ditulis pada tahun 1996). Porter mengkritisi cara para pebisnis mendefinisikan ‘strategi’ di mana paradigma lama memandang strategi sebagai cara untuk meningkatkan performa setiap divisi dalam perusahaan.

What is Strategy?
Pada dasarnya strategi adalah langkah – langkah besar yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Setiap entitas pasti memiliki strategi. Misal jika anda mahasiswa dan tujuan anda adalah mendapat nilai bagus, anda pasti memiliki strategi untuk mencapainya, misal dengan belajar setiap setelah kelas, mengerjakan tugas H+1 tugas dikasih, dll. Begitu juga dengan perusahaan. Setiap perusahaan memiliki visi, dan untuk mencapai visi tersebut tentu membutuhkan strategi.

Menurut Porter, strategi memiliki tiga prinsip utama. Prinsip pertama adalah adanya ‘positioning’. Strategi perusahaan harus dapat menentukan bagaimana posisi perusahaan tersebut dalam pasar. Yang dimaksud dengan posisi adalah bagaimana konsumen memandang perusahaan tersebut sehingga perusahaan tersebut memiliki kekuatan pada pasar. Positioning perusahaan dalam pasar dapat muncul karena tiga hal, yakni 1) variety based positioning (positioning karena jenis produk yang unik), 2) needs based positioning (positioning karena mengakomodasi berbagai kepentingan suatu segmen konsumen), dan 3) access based positioning (positioning akibat kemudahan konsumen untuk mendapatkan produk sehingga produk semakin diminati).

Prinsip berikutnya adalah adanya trade-offs. Setiap strategi pasti memiliki tradeoff. Tradeoff adalah pengorbanan yang harus dilakukan untuk mendapatkan suatu hal lainnya. Misal jika anda diundang untuk traktiran ulang tahun jam 7 malam, sedangkan anda mengikuti les bahasa inggris pada waktu yang sama. Jika anda ingin mengikuti traktiran, berarti anda tidak dapat les bahasa inggris. Les bahasa inggris adalah tradeoff dari keputusan anda untuk mengikuti traktiran. Begitu juga dalam perusahaan. Strategi suatu perusahaan harus mengacu pada visinya. Untuk mencapai visi perusahaan, terkadang jajaran direktur harus membahas langkah apa yang diambil dan tradeoff apa yang dikorbankan. Kesalahan yang biasa terjadi dalam perusahaan adalah ia melupakan jati dirinya. Tidak konsisten dengan strateginya. Perusahaan seringkali mengadopsi business process, teknologi, sistem informasi dan hal – hal lain dari perusahaan lain yang dianggap membawa kesuksesan kepada perusahaan lain tersebut. Padahal belum tentu apa yang dilakukan oleh perusahaan lain tersebut sejalan dengan jati diri perusahaannya. Alhasil, strategi hanya menjadi ‘asal up to date’. Dan perusahaan pun cenderung menjadi perusahaan peniru yang tidak akan memenangi pasar.

Prinsip terakhir adalah adanya fit-ness (kesesuaian/kecocokan, bukan fitness yang ke gym buat body building). Fit-ness adalah prinsip dari strategi yang paling krusial. Fit-ness adalah bagaimana kesesuaian business process antara satu divisi dengan divisi lainnya. Fit-ness adalah kondisi di mana interaksi antar divisi menyebabkan meroketnya performa perusahaan secara keseluruhan. Fit-ness berbicara tentang bagaimana rantai nilai dalam perusahaan berjalan sehingga membentuk ikatan antar rantai yang sangat kuat. Fit-ness berbicara tentang kesinambungan dan keterkaitan antar divisi yang menjadi competitive advantage bagi perusahan. Misal perusahaan terdiri dari divisi finansial, divisi teknologi, divisi marketing, divisi operasional dan divisi informasi. Aktivitas dari salah satu divisi yang memberikan value kepada konsumen, menyebabkan value yang dihasilkan oleh divisi lain juga meningkat. Alhasil, dengan adanya fit-ness, perusahaan pesaing tidak dapat meniru business process dengan mudah. Jika pesaing meniru konsep dari salah satu divisi, belum tentu peniruan tersebut dapat diterapkan oleh pesaing karena adanya kesinambungan rantai nilai berkat fit-ness dari perusahaan yang ditiru (sedangkan perusahaan peniru tidak memiliki fit-ness tersebut).

Prinsip Strategi yang Relevan dengan Organisasi Kemahasiswaan
Dalam menganalisa strategi pada organisasi kemahasiswaan, penulis membatasi definisi organisasi kemahasiswaan sebagai lembaga eksekutif kemahasiswaan baik di tingkat universitas, tingkat fakultas maupun tingkat himpunan/jurusan. Organisasi – organisasi tersebut biasanya memiliki berbagai bidang/divisi yang memiliki fungsi – fungsi masing masing. Contoh bidang/divisi yang biasa ada adalah kesekretariatan, PSDM, pengabdian masyarakat, olahraga, dll.

Berdasarkan definisi tersebut, maka prinsip strategi yang harus dipenuhi oleh organisasi kemahasiswaan adalah prinsip kedua dan prinsip ketiga. Prinsip pertama, strategic positioning, tidak perlu ditinjau karena pada umumnya lembaga – lembaga tersebut tidak memiliki kompetitor dengan model organisasi yang sama bagi target pasarnya.

Adakah Organisasi Kemahasiswaan yang Memikirkan Tradeoff?
Analisa pertama dilihat dari tradeoff. Sudahkah pemangku jabatan di organisasi kemahasiswaan memikirkan tradeoff? Setiap mencalonkan diri menjadi calon ketua, mahasiswa pasti memiliki hal besar yang ingin dia bawa dalam bentuk visi dan misi lembaganya. Pada visi dan misi lembaganya tentu tersirat fokus lembaga yang akan ia bawa selama setahun ke depan. Misal suatu lembaga memiliki fokus pengembangan IPTEK mahasiswanya, atau fokus pengabdian masyarakat, atau fokus pengembangan prestasi olahraga dan seni, atau fokus – fokus lainnya. Pertanyaannya adalah apakah fokus tersebut benar – benar diejawantahkan (dituangkan) dalam hal – hal yang lebih mendetil seperti divisi – divisi yang dibuat atau proker – proker yang diusung?

Misal ada lima tema dalam suatu organisasi, yakni tema A, B, C, D dan E. Tema A bertentangan dengan tema D. Tema C dan tema A memiliki hubungan yang erat karena kemiripan tema tersebut. Untuk kepengurusannya, lembaga ingin fokus kepada tema A. Berdasarkan konsep strategi, seharusnya lembaga meningkatkan proker – proker pada tema A dan tema C (karena tema C berkaitan dengan tema A). Selain itu lembaga juga seharusnya mengurangi intensitas proker tema D karena berpotensi mengurangi nuansa dan pencapaian tema yang menjadi fokus (tema A). Itu baru strategi!

Nyatanya sebagian besar lembaga hanya menurunkan fokus utama lembaganya menjadi proker – proker unggulan dan pembuatan proker – proker unggulan tersebut telah disebut ‘strategi’. Padahal strategi bukan hanya menyangkut satu divisi yang mengusung satu tema, tapi strategi adalah keseluruhan. Sudah selayaknya ada divisi yang ‘mengalah’ jika memang kegiatan divisi tersebut mengurangi nuansa tema yang menjadi fokus lembaga.

Fit-ness Antar Divisi Organisasi Kemahasiswaan
Satu lagi prinsip strategi yang seharusnya dimiliki oleh organisasi kemahasiswaan adalah tentang fit-ness. Berdasarkan teori strategi, dengan adanya fit-ness suatu perusahaan tidak akan dapat diimitasi dengan mudah karena membentuk value chain yang unik. Jika kita meninjau organisasi kemahasiswaan, adakah interaksi antar bidang yang menunjang fungsi organisasi tersebut? Misal sebuah organisasi memiliki 6 bidang, yaitu kesekretariatan, humas, pengabdian masyarakat, iptek, seni dan olahraga. Apakah ada interaksi antar bidang tersebut? Apakah bidang tersebut harus melakukan komunikasi satu sama lain sehingga menciptakan fit-ness? Atau sebenarnya setiap bidang tersebut dapat berdiri secara mandiri menjadi organisasi sendiri, menjadi lembaga kesekretariatan, lembaga humas, lembaga pengabdian masyarakat, lembaga iptek, lembaga seni dan lembaga olahraga tanpa mengurangi fungsi setiap bidang tersebut?

Dalam tulisan sebelumnya tentang Organisasi Mahasiswa dalam Perspektif Sistem, saya menganalisa bahwa interaksi antar bidang harus ada, jika organisasi mahasiswa benar – benar ingin disebut ‘organisasi’. Dalam bahasan kali ini, tidak hanya interaksi yang harus dibentuk, tetapi juga kualitas dari interaksi tersebut. Interaksi harus membentuk suatu nilai tambah bagi output organisasi kemahasiswaan yang unik dan lebih baik jika dibandingkan dengan setiap bidang menjalankan fungsinya masing – masing. Interaksi ini harus diatur dalam sebuah blueprint strategi yang seharusnya didisain sejak awal kepengurusan lembaga kemahasiswaan.

Menurut kacamata penulis fit-ness dalam organisasi kemahasiswaan umumnya dijawantahkan dalam bentuk nilai – nilai yang menjadi ‘ciri’ organisasi tersebut pada suatu kepengurusan. Misal organisasi yang ‘semangat’, ‘dinamis’, ‘akrab’, ‘intelek’, atau nilai – nilai pokok penggerak organisasi lain yang diusung oleh ketua lembaga. Belum banyak organisasi kemahasiswaan yang mentranslasi nilai – nilai tersebut menjadi strategi konkrit yang komprehensif dan dikontrol pelaksanaannya. Nilai – nilai tersebut pun tidak semuanya berhubungan dengan fit-ness.



Salah satu tujuan adanya organisasi kemahasiswaan adalah pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengelola sebuah sistem yang subsistem paling berpengaruhnya adalah unsur ‘mannusia’. Namun akan sampai kapan mahasiswa hanya menjalani organisasi yang ‘begitu – begitu’ saja? Teori organisasi dan strategi semakin maju sehingga seharusnya organisasi kemahasiswaan mampu menerapkan teori – teori tersebut. Jika sejak mahasiswa kita sudah dapat menjalankan organisasi yang baik maka saat di dunia kerja nanti, baik pemerintahan maupun swasta, kita pasti dapat menjadikan tempat kerja/kontribusi kita menjadi lebih baik pula. Ya, karena semuanya berawal di bangku kuliah.

No comments:

Post a Comment